Timun Emas
Oleh : Fahrorozi
Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal
di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka
belum saja dikaruniai seorang anak pun.
Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.
“Tanamlah
biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata
Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada
syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,”
sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena
itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.
Suami istri petani itu
kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat
tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan
kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.
Buah
mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu
masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu.
Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi
perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka
memberi nama bayi itu Timun Mas.
Tahun demi tahun berlalu. Timun
Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga
padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun
Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji
untuk mengambil Timun Mas.
Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah
sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya.
Petani itu segera menemui anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya
sambil menyerahkan sebuah kantung kain. “Ini akan menolongmu melawan
Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun
segera melarikan diri.
Suami istri itu sedih atas kepergian Timun
Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa.
Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah
dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu.
Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.
Raksasa segera berlari
mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil
segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah
Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa
berenang dengan susah payah.
Timun Mas berlari lagi. Tapi
kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali
mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai.
Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan
duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan.
Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.
Tapi Raksasa
sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas
pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun
ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa
sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar
itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.
Timun
Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama
kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun
dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat
ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi
udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas
terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai
Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia
tak bisa bernapas, lalu tenggelam.
Timun Mas lega. Ia telah
selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun
Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya.
“Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku,” kata mereka
gembira.
Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.
Sumber : http://dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara/timun-emas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar