Selasa, 15 April 2014

pelanggaran etika dunia maya part2



3 Kasus Ucapan di Twitter Berujung ke Penjara



TEMPO.CO, Jakarta - Pencemaran nama baik lewat sosial media telah menjadi fenomena yang marak terjadi di jejaring sosial dalam beberapa tahun belakangan. Beberapa orang menganggap, itu hanyalah bentuk kebebasan berbicara, tapi yang lainnya justru menuduh, ini adalah bentuk provokasi atau pencemaran nama baik. Hal ini bisa menyeret seseorang ke jalur hukum, seperti yang terjadi pada pemilik akun twitter @benhan. 

Di Indonesia, kasus ocehan tak menyenangkan lewat sosial media menjadi sorotan tajam. Pasalnya, tidak semua pemilik akun harus menghadapi jalur hukum seperti @benhan. Banyak orang mengumpat, menuduh, berbohong, dan mencemarkan nama baik orang lain di jejaring sosial, tapi mereka tidak dipidanakan. 

Beberapa orang menganggap, hal ini adalah bentuk kebebasan menuangkan pikiran dan ajang tukar pendapat.Namun, hal ini tidak berlaku bagi sebagian orang, terutama yang namanya mungkin disebutkan atau dikaitkan dengan kasus tertentu. 

Beda halnya dengan di Indonesia, di Inggris, hukum ini justru begitu “kejam” diberlakukan. Banyak orang harus menghadapi hukum karena kicauannya. Menurut laporan BBC, sebanyak 653 orang menghadapi tuduhan pidana di Inggris dan Wales tahun lalu karena komentar di Twitter dan Facebook. Berikut beberapa kasus tersebut: 

1. Kasus pemerkosaan oleh pesepakbola Ched Evans. 

Pesepakbola asal Wales, Ched Evans, dihukum karena memperkosa gadis 19 tahun pada tahun 2013. Kasus ini ramai dibicarakan di twitter hingga menghasilkan lebih dari 6000 tweet. Beberapa orang mengolok-olok, gadis itu memangis saat diperkosa. Ada pula yang mencuit, gadis itu justru mendapatkan uang dari Evans. Bahkan, ada yang menyebut nama. Atas ucapan yang dianggap tak pantas ini, sebanyak 7 pria dan 2 orang wanita yang tidak disebutkan namanya terpaksa harus membayar sejumlah uang denda kalau gak mau dibui. 

2. Kasus penguntitan Facebook 

Joanne Fraill, seorang juri pengadilan berusia 40 tahun ini, terbukti menguntit Facebook seorang terdakwa kasus narkoba yang tengah ditanganinya. Wanita ini terbukti mengecek akun Facebook si terdakwa hingga berkali-kali. Kejadian yang terjadi pada bulan Juni 2011 ini membuat Fraill menjadi juri pertama yang dipenjara karena masalah ini. 

Ia harus mendekam di penjara selama 8 bulan. Sebagai seorang juri, Fraill seharusnya tidak melanggar sumpahnya. Ia harusnya tidak melakukan kontak apapun terhadap terdakwa, termasuk mencari informasi pribadi lewat Facebook. Pasalnya, juri diharapkan bisa menilai secara objektif si terdakwa lewat fakta-fakta yang diuraikan di pengadilan, bukannya justru menilai kepribadian si terdakwa lewat media sosial. 

3. Candaan pengebomaan bandara 

Rasa kesal yang dilampiaskan Paul Chambers lewat twitter justru membuatnya harus berhadapan dengan hukum. Kala itu, Chambers ingin bepergian dengan pesawat melalui Bandara Internasional Robin Hood di Sheffield. Namun sayang, karena salju turun dengan lebat, bandara harus ditutup. 

Ia kesal karena rencananya jadi berantakan. Kejadian yang terjadi pada Mei 2010 ini akhirnya diekspesikan lewat twitter. Ia mencuit akan meledakkan bandara. Mungkin maksudnya ingin meledakkan salju yang menutupi bandara. Atas kejadian ini, ia pun didakwa karena cuitnya dianggap sebagai ancaman. 

Kesimpulan : 

Jika dilihat dari sudut pandang sisi Etika Profesi TSI, para pengguna twitter menurut saya gampang terprovokasi dengan info dan berita yang mengundang komentar, entah itu dalam bentuk berita nyata maupun berita yang hanya menjadi perbincangan semata, terkadang pengguna twitter lebih memilih untuk berkomentar dibanding dengan mengambil hikmah dari berita maupun info yang diterima. jadi, alangkah lebih baik jika media sosial kita gunakan untuk mencari ilmu dan mendalami segala info yang didapat, agar tidak salah dalam menanggapinya.

pelanggaran etika dunia maya part1



Misbakhun: Kasus Benhan Jadi Pelajaran Bagi Pengguna Twitter


Misbakhun (sumber: Antara)

Jakarta - Mantan anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Misbakhun mengatakan bahwa para pengguna media sosial bisa mengambil pelajaran dari kasus Misbakhun.

"Vonis bersalah di tingkat PN pada saudara Benny Handoko, pemilik akun twitter @benhan ini menjadi pelajaran bagi semua orang yang punya kun twitter, untuk menggunakan media sosial secara bertanggung jawab," katanya kepada Beritasatu.com, di Jakarta, Rabu, (5/2). "Menjaga hak-hak yang dimiliki oleh orang lain. Menjauhi penyebaran informasi yang tidak benar, melakukan fitnah dan menebarkan kebencian pribadi semata."

Seperti diketahui, Benny Handoko, pemilik akun twitte @benhan yang memiliki lebih dari 53,6 ribu pengikut, dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dengan satu tahun masa percobaan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena pencemaran nama baik. Pada bulan Desember 2012, di lini masanya, dia menyebut Misbakhun sebagai rampok Bank Century.

Misbakhun pada waktu itu merespon kicauannya dengan meminta dia untuk meminta maaf karena pernyataan yang tidak dapat dibuktikan, setelah hukuman Misbakhun dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Benhan menolak.

Misbakhun mengatakan bahwa dia sebenarnya prihatin terhadap vonis hukum tersebut, karena yang dia inginkan pada awalnya hanyalah permintaan maaf.

"Keprihatinan saya tersebut timbul, karena sejak awal saya hanya meminta saudara Benny handoko meminta maaf dan menghapus isi tweetnya yang berisi fitnah tersebut," katanya. "Dengan begitu saya anggap persoalan selesai. Tapi permintaan yang sederhana tersebut tidak dipenuhi oleh saudara Benny Handoko. Sehingga dengan penuh keterpaksaan kemudian berlanjut menjadi proses hukum."

Dia mengatakan bahwa keputusannya untuk melaporkan Benny karena dia harus menjaga harkat dan martabat dirinya, istri, anak-anak, orang tua dan keluarga besarnya.

"Putusan tersebut telah menjadi bukti hukum yang sah dan nyata bhwa masih ada orang yang menggunakan twitter sebagai sarana untuk mencemarkan nama baik orang dengan membuat tweet fitnah, karena isinya tidak benar, penuh prasangka kebencian dan tidak berdasarkan fakta," katanya.

Lebih lanjut Misbakhun mengingatkan agar pengguna media sosial, khususnya twitter, untuk melihat kebebasan berpendapat tanpa mengabaikan adanya aturan dan hak orang lain yang perlu dijaga.

Kesimpulan :

Jika dilihat dari sudut pandang sisi Etika Profesi TSI, kicauan Benhan di twitter yang menyebarkan informasi yang menyebabkan pencemaran nama baik seseorang. Tindakan itu menimbulkan kerugian bagi orang lain bahkan merugikan dirinya sendiri. Padahal media yang seharusnya menjadi alat untuk bersosialisasi, berbagi informasi, yang bisa menguntungkan bagi kita maupun orang lain, malah justru merugikan kita sendiri karena ulah yang tidak sesuai dengan etika profesionalisasi. jadi, hendaknya kita tahu etika maupun batasan dalam bersosial di dunia maya.


Penulis: Fahrorozi
Sumber:Camelia Pasandaran


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management