Asal Usul Kota Banjarmasin
Oleh: Fahrorozi
Pada zaman dahulu berdirilah sebuah kerajaan bernama Nagara Daha. Kerajaan
itu didirikan Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari Kaburangan
alias Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan.
Konon, Sekar Sungsang seorang penganut Syiwa. la mendirikan candi dan
lingga terbesar di Kalimantan Selatan.
Candi yang didirikan itu bernama Candi Laras. Pengganti Sekar Sungsang
adalah Maharaja Sukarama. Pada masa pemerintahannya, pergolakan
berlangsung terus-menerus. Walaupun Maharaja Sukarama mengamanatkan agar
cucunya, Pangeran Samudera, kelak menggantikan tahta, Pangeran Mangkubumi-lah yang naik takhta.
Kerajaan
tidak hentinya mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan. Konon,
siapa pun menduduki takhta akan merasa tidak aman dari rongrongan.
Pangeran Mangkubumi akhirnya terbunuh dalam suatu usaha perebutan
kekuasaan. Sejak itu, Pangeran Tumenggung menjadi penguasa kerajaan.
Pewaris
kerajaan yang sah, Pangeran Samudera, pasti tidak aman jika tetap
tinggal dalam Lingkungan kerajaan. Atas bantuan patih Kerajaan Nagara
Daha, Pangeran Samudera melarikan diri. Ia menyamar dan hidup di daerah
sepi di sekitar muara Sungai Barito. Dari Muara Bahan, bandar utama Nagara Daha, mengikuti aliran sungai hingga ke muara Sungai Barito, terdapat kampung-kampung yang berbanjar-banjar atau berderet-deret melintasi tepi-tepi sungai. Kampung-kampung itu adalah Balandean, Sarapat, Muhur, Tamban, Kuin, Balitung, dan Banjar.
Di
antara kampung-kampung itu, Banjar-lah yang paling bagus letaknya.
Kampung Banjar dibentuk oleh lima aliran sungai yang muaranya bertemu di
Sungai Kuin.
Karena letaknya yang
bagus, kampung Banjar kemudian berkembang menjadi bandar, kota
perdagangan yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari berbagai
negeri. Bandar itu di bawah kekuasaan seorang patih yang biasa disebut
Patih Masih. Bandar itu juga dikenal dengan nama Bandar Masih.
Patih
Masih mengetahui bahwa Pangeran Samudera, pemegang hak atas Nagara Daha
yang sah, ada di wilayahnya. Kemudian, ia mengajak Patih Balit, Patih
Muhur, Patih Balitung, dan Patih Kuin untuk berunding. Mereka bersepakat
mencari Pangeran Samudera di tempat persembunyiannya untuk dinobatkan
menjadi raja, memenuhi wasiat Maharaja Sukarama.
Dengan
diangkatnya Pangeran Samudera menjadi raja dan Bandar Masih sebagai
pusat kerajaan sekaligus bandar perdagangan, semakin terdesaklah
kedudukan Pangeran Tumenggung. Apalagi para patih tidak mengakuinya lagi
sebagai raja yang sah. Mereka pun tidak rela menyerahkan upeti kepada
Pangeran Tumenggung di Nagara Daha.
Pangeran
Tumenggung tidak tinggal diam menghadapi keadaan itu. Tentara dan
armada diturunkannya ke Sungai Barito sehingga terjadilah pertempuran
besar-besaran. Peperangan berlanjut terus, belum ada kepastian pihak
mana yang menang. Patih menyarankan kepada Pangeran Samudera agar minta
bantuan ke Demak. Konon menurut Patih Masih, saat itu Demak menjadi
penakluk kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa dan menjadi kerajaan terkuat
setelah Majapahit.
Pangeran Samudera
pun mengirim Patih Balit ke Demak. Demak setuju nnemberikan bantuan,
asalkan Pangeran Samudera setuju dengan syarat yang mereka ajukan, yaitu
mau memeluk agama Islam.
Pangeran Samudera bersedia menerima syarat itu. Kemudian, sebuah armada
besar pun pergi menyerang pusat Kerajaan Nagara Daha. Armada besar itu
terdiri atas tentara Demak dan sekutunya dari seluruh Kalimantan, yang
membantu Pangeran Samudera dan para patih pendukungnya. Kontak senjata
pertama terjadi di Sangiang Gantung. Pangeran Tumenggung berhasil
dipukul mundur dan bertahan di muara Sungai Amandit dan Alai. Korban
berjatuhan di kedua belah pihak. Panji-panji Pangeran Samudera,
Tatunggul Wulung Wanara Putih, semakin banyak berkibar di tempat-tempat
taklukannya.
Hati Arya Terenggana,
Patih Nagara Dipa, sedih melihat demikian banyak korban rakyat jelata
dari kedua belah pihak. Ia mengusulkan kepada Pangeran Tumenggung suatu
cara untuk mempercepat selesainya peperangan, yakni melalui perang
tanding atau duel antara kedua raja yang bertikai. Cara itu diusulkan
untuk menghindari semakin banyaknya korban di kedua belah pihak. Pihak
yang kalah harus mengakui kedaulatan pihak yang menang. Usul Arya
Terenggana ini diterima kedua belah pihak.
Pangeran
Tumenggung dan Pangeran Samudera naik sebuah perahu yang disebut
talangkasan. Perahu-perahu itu dikemudikan oleh panglima kedua, belah
pihak. Kedua pangeran itu memakai pakaian perang serta membawa parang,
sumpitan, keris, dan perisai atau telabang.
Mereka
saling berhadapan di Sungai Parit Basar. Pangeran Tumenggung dengan
nafsu angkaranya ingin membunuh Pangeran Samudera. Sebaliknya, Pangeran
Samudera tidak tega berkelahi melawan pamannya. Pangeran Samudera
mempersilakan pamannya untuk membunuhnya. Ia rela mati di tangan orang
tua yang pada dasarnya tetap diakui sebagai pamannya.
Akhirnya,
luluh juga hati Pangeran Tumenggung. Kesadarannya muncul. la mampu
menatap Pangeran Samudera bukan sebagai musuh, tetapi sebagai
keponakannya yang di dalam tubuhnya mengalir darahnya sendiri. Pangeran
Tumenggung melemparkan senjatanya. Kemudian, Pangeran Samudera dipeluk.
Mereka bertangis-tangisan.
Dengan hati tulus,
Pangeran Tumenggung menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera.
Artinya, Nagara Daha ada di tangan Pangeran Samudera. Akan tetapi,
Pangeran Samudera bertekad menjadikan Bandar Masih atau Banjar Masih
sebagai pusat pemerintahan sebab bandar itu lebih dekat dengan muara
Sungai Barito yang telah berkembang menjadi kota perdagangan. Tidak
hanya itu, rakyat Nagara Daha pun dibawa ke Bandar Masih atau Banjar
Masih. Pangeran Tumenggung diberi daerah kekuasaan di Batang Alai dengan
seribu orang penduduk sebagai rakyatnya. Nagara Daha pun menjadi daerah
kosong.
Sebagai seorang raja yang
beragama Islam, Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan
Suriansyah. Hari kemenangan Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah, 24
September 1526, dijadikan hari jadi kota Banjar Masih atau Bandar
Masih.
Karena setiap kemarau landang
(panjang) air menjadi masin (asin), lama-kelamaan nama Bandar Masih atau
Banjar Masih menjadi Banjarmasin.
Akhirnya,
Sultan Suriansyah pun meninggal. Makamnya sampai sekarang terpelihara
dengan baik dan ramai dikunjungi orang. Letaknya di Kuin Utara, di
pinggir Sungai Kuin, Kecamatan Banjar Utara, Kota Madya Daerah Tingkat
II Banjarmasin.
Setiap tanggal 24
September Wali Kota Madya Banjarmasin dan para pejabat berziarah ke
makam itu untuk memperingati kemenangan Sultan Suriansyah atas Pangeran
Tumenggung. Sultan Suriansyah adalah sultan atau raja Banjar pertama
yang beragama Islam.
sumber : http://dongeng.org/cerita-rakyat/nusantara/asal-usul-kota-banjarmasin.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar