Senin, 27 September 2010

SEJARAH KAMPUNG SOLO

ASAL-USUL KAMPUNG TOTOGAN, KETELAN, BANJARSARI

Pengantar.
Kampung totogan, disini saya akan mencoba menguraikan tentang seluk beluk kampung totogan, mulai dari awal mula bagaimana kampung ini mulai terbentuk, bagai mana latar belakangnya, realita kependudukan yang ada di daerah tersebut, etnis, budaya yang berkembang dan akan saya coba untuk menukliskan mitos-mitos yang berkembang didaerah ini.
Dalam tulisan ini yang coba saya uraikan adalah sebuah penuturan dari seorang penduduk asli yang telah menetap sejak Indonesia masih di jajah oleh jepang dan sekarang sudah turun-temurun mendiami daerah ini, untuk memperoleh informasi, saya berkunjung ke kampung totogan, saya ingin melihat kehidupan di kampung ini dari dekat dan mencoba mengerti bagaimana keadaan kampung ini, lalu saya berkunjung ke sebuah rumah penduduk dan dengan rasa syukur saya diterima dengan baik di rumah tersebut.
Dan dibawah ini adalah hasil informasi yang dapat saya peroleh dari silaturahmi dan wawancara singkat dari yang bersangkutan mengenai seluk-beluk, aktivitas penduduk, mitos yang berkembang di kampung totogan.

PEMBAHASAN MASALAH
Dalam penulisan sejarah ini tentu tidak semua permasalahan dapat saya tuliskan karena keterbatasan waktu dan dan biaya. Disini saya hanya membatasi tulisan saya penulisan ini perlu dibatasi objeknya agar dapat menghasilkan sebuah tulisan yang enak dibaca dan permasalahannya tidak melebar dalam pembahasan. masalah-masalah yang menjadi fokus pada pembahasan ini adalah mengenai asal-usul kampung Totogan beserta semua hal yang berkaitan dengan sosial-budaya dari daerah tersebut.
Dalam penulisan ini saya menggunakan beberapa metodologi dan pendekatan. Pendekatan sosial untuk menggambarkan kehidupan sosial di kampung tersebut seperti lingkungan sosial yang menjadikan kampung ini dikenal sebagai ‘kampung preman’, mata pencaharian penduduk sekitar, keadaan keagamaan, dan sistem birokrasi yang digunakan dikampung ini. Sedangkan pendekatan budaya digunakan untuk memaparkan semua yang berkaitan dengan unsur-unsur kebudayaan, yaitu agama, kesenian dan mitos yang terdapat di daerah tersebut.

Asal-usul daerah.
Dahulu daerah ini adalah semak belukar yang tak terawat, pada suatu ketika datanglah sebuah keluarga yang tidak mempunyai tanah dan tempat tinggal, melihat daerah tersebut tidak terawat maka daerah itu di bersihkan atau “dibabati” dari semak belukar, lalu mereka sekeluarga menetap di situ dan akhirnya melahirkan sebuah klan yang meninggali daerah tersebut, sampai sekarang pun, yang menempati daerah ini kebanyakan masih sedulur.

Asal-usul nama daerah.
Kampung ini terletak di Kecamatan Banjarsari kelurahan ketelan, kampung totogan. Terletak disebelah barat belakang pura mangkunegaran. Totogan merupakan sebuah nama yang diberikan oleh penduduk sekitar karena letaknya yang menjadi totogan jalan dari raya sebelah barat pura mangkunegaran dan juga berbatasan langsung dengan sungai Pepe, awalnya penduduk daerah tersebut menyebut daerah ini notog, namun karena tidak terdengar bagus untuk di ucapkan untuk sebuah nama kampung, akhirnya berubah menjadi TOTOGAN dan sampai sekarang tidak mengalami perubahan atas pemakaian nama kampung tersebut.

Keadaan sosial masyarakat.
Dahulu kampung ini hanya dihuni oleh keluarga dari klan yang sama, namun karena perkembangan kehidupan dengan mulainya kehidupan masyarakat totogan yang dinamis perlahan-lahan mulai berkurang kekentalan klan yang dahulu pertama kali mendiami kampung ini, penyebarannya mulai dari pernikahan, masyarakat totogan mulai menikahi orang dari luar daerah, namun persaudaraan mereka masih sangat terlihat kuat karena kesadaran bahwa penduduk daerah ini adalah sedulur.
Masyarakat daerah solo tentu mmengenal kampung totogan, bahkan mungkin lebih dari itu. Notabe yang selama ini melekat pada kampung totogan sebagai kampung “preman” yang ditakuti oleh masyarakat. Sempat sebelum saya datang kekampung ini saya menanyakan kampung ini kepada kawan yang memang asli penduduk solo, ekspresi yang muncul sungguh mengejutkan saya, ketika saya menyebut kampung totogan dia secara reflek menyebutkan “ wah pusate preman ” tentu saja dalam hati saya bertanya akan kebenarannya.
Setelah sampai di kampung totogan saya menanyakan perihal apa yang terjadi dengan ini, lalu beliau menceritakan bagaimana awal sejarah kampung ini dimulai, sebenarnya tanah kampung totogan adalah tanah yang sejak didiami sampai pada tahun tahun awal 2006 merupakan tanah illegal atau penduduk daerah itu tidak ada yang memiliki sertifikat tanah, jadi mereka setiap saat dapat terancam penggusuran atau sejenisnya, bahkan diserang oleh kelompok masyarakat lain untuk mengambil alih tanah tersebut.
Maka dari itu, ada semacam semangat agar ditakuti dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab setidaknya berpikir dua kali apabila ingin membuat kekacauan di kampung ini. Maenurut kesaksian penduduk totogan memang dulu sering terjadi perkelahian masyarakat, sering pada malam hari kampung ini didatangi oleh gerombolan bersepeda motor sambil membawa senjata tajam, namun kadang masyarakat totogan pun sering melakukan ini untuk membalas bila diserang oleh kelompok masyarakat lain.
Namun setelah pemutihan sertifikat tanah yang dilakukan oleh pemerintah surakarta di bawah kepemimpinan Joko widodo yang melegalkan pemukiman dikampung totogan pada pertengahan tahun 2006 secara Cuma-Cuma sedikit mengurangi aksi-aksi kekerasan dikampung totogan. Walau pun tidak berubah secara drastis namun memberikan dampak kejiwaan yang positif terhadap masyarakat totogan.
Walupun dengan masyarakat daerah lain masyarakat totogan sering terlibat kerusuhan dan kekerasan, namun hubungan antar masyarakat totogan berlangsung harmonis. Baik antara suku jawa maupun suku pendatang, keadaan suku dan etnis didaerah masih didominasi oleh suku jawa, terlihat mayoritas penduduk 92% adalah penduduk lokal alias suku jawa, dan 7% adalah penduduk pendatang yang mayoritas adalah bangsa china.

Keagamaan di kampung totogan.
Kegiatan keagamaan di kampung totogan berjalan dengan baik, perbedaan keyakinan tidak membuatkampung ini terbelah semua saling menghormati, dan sampai sekarang tidak pernah ditemukan konflik yang diakibatkan oleh perbedaan agama. Agama mayoritas yang dipeluk masyarakat totogan adalah Islam, dengan prosentase 75% beragama Islam dan 25% beragama nasrani.

Sistem Birokrasi di kampung Totogan.
Masyarakat totogan yang sudah mobile kehidupannya telah berhasil menata sistem birokrasi dengan baik, dulu jabatan semacam Rt harus dipegang oleh penduduk asli, bukan pendatang namun sekarang sudah tidak berlaku lagi. Syarat untuk masuk dalam birokrasi yang dulu harus penduduk asli sekarang telah berganti, dengan haru amanah dan dapat dipercaya serta mampu jadi pemimpin bagi masyarakat totogan, bahkan ketua Rt yang sekarang menjabat adalah pendatang yang menikah dengan wanita setempat dan menetap disana.

Mata pencaharian masyarakat Totogan.
Kehidupan yang terus berubah menuju lebih baik, seakan ikut membuat masyarakat totogan berpikiran untuk memperbaiki nasib. Masyarakat pun kian beragam usahanya dalam mengusahakan kehidupan mereka, berbagai profesi dapat ditemukan disini, dan mayoritas adalah pekerja swasta. Di kampung ini juga ditemukan sebuah apotik milik pengusaha china yang dikelola oleh penduduk sekitar.

Mitos-mitos yang berkembang di kampung Totogan.

A. Mitos “ penunggu ” sungai Pepe.
Kepercayaan tentang “ kehidupan lain ” yang berada berada disekitar kehidupan masyarakat Jawa sangat dipercayai keberadaannya membuat Orang Jawa begituberhati-hati dan penuh perhitungan dalam setiap kegiatan yang dilakukan, ini pula yang terjadi dalam keseharian masyarakat totogan yang memang notabenya kehidupan mereka berada di sekitar pura mangkunegaran.
Saat saya menanyakan perihal mitos atau kepercayaan gaib yang melingkupi daerah totogan, narasumber langsung menceritakan beberapa kejadian yang menimpa daerah totogan dan sekitarnya, adapun cerita kejadian mistis yang terjadi adalah sebagai berikut: “ pada waktu perbaikan daearah aliran sungai Pepe yang tepatnya berada di belakang kampung, sungai pepe ketika dulu adalah tempat yang kotor dan di penuhi semak, masyarakat mengenal lingkungan sungai itu sebagai sarang ular, kala jengking, dan binatang berbisa dan berbahaya lain.
Saat proyek pembangunan dan pembersihan daerah aliran sungai Pepe ini berlangsung dan sampai ke tempat tersebut, mesin berat semacam mobil excavator yang digunakan untuk membersihkan semak ketika pekerjaan baru dimulai dan baru membersihkan ¼ daerah tersebut tiba-tiba mesinnya mati, padahal pada pekerjaan sebelumnya tidak penah ada kejadian semacam mesin tiba-tiba mati seperti ini, para pekerjapun berusaha menghidupkan mesin itu namun selalu gagal, padahal mesin dalam keadaan baik dan siap untuk bekerja.
Kemudian mandor proyek pembersihan pun menanyakan perihal lingkungan yang sedang dikerjakannya ini kepada penduduk lokal yaitu penduduk totogan apakah lingkungan ini memiliki keanehan mengingat daerah tersebut paling kotor dan paling banyak pohon dan semak belukarnya, lagi pula daerah ini dekat dengan pura mangkunegaran yang memang menurut kepercayaan orang jawa mempunyai kekuatan “magis”.
Lalu penduduk sekitar menyarankan untuk menemui seorang paranormal yang memang bertempat tinggal dan mengetahui seluk beluk “ dunia lain” daerah tersebut, kemudian paranormal itu mendatangi tempat proyek pembersihan tersebut dengan membawa sesajen dan melakukan beberapa ritual, dan ajaibnya setelah sesajen diletakkan didaerah tersebut dengan disertai beberapa ritual, dengan mudah mesin-mesin berat itu dapat dinyalakan dan akhirnya pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.
Menurut paranormal yang menangani kasus ini, kejadian tersebut dikarenakan yang bertanggung jawab atas proyek pembersihan sungai ini tidak meminta izin kepada “ penunggu ” daerah sungai ini, yang menyebabkan seng mbaurekso marah dan merasa terganggu dengan kegiatan yang sedang berlangsung kemudian mematikan semua mesin dengan maksud ingin menunjukkan eksistensi bahwa “ mereka ” ada dan ingin dihormati, atau barang kali memberikan salam sebagai tanda saling menghargai kehidupan masing-masing yang sama sekali tidak dilakukan oleh penanggung jawab proyek ini.

B. Mitos Jembatan dan mBelik Tempuran.
Perayaan pernikahan dan hajat-hajat lain bagi masyarakat Jawa merupakan suatu peristiwa yang cukup potensial untuk menunjukkan eksistensi dan juga ajang silaturahmi yang disana semua sanak saudara dengan kesadaran penuh bersedia membantu apapun selama masih bisa diusahakan, begitulah tradisi yang selama ini menaungi kehidupan masyarakat Jawa.
Pada perayaan seperti ini bagi masyarakat totogan mempunyai tradisi harus menyerahkan sebuah persembahan berupa sesajen yang harus diletakkan di sekitar mbelik dan jembatan totogan, mbelik ini terletak di aliran sunagi Pepe dan terletak didekat jembatan tempuran. Kebiasaan ini diyakini masyarakat sekitar sudah dilakukan oleh leluhur mereka sejak menempati daerah totogan ini.
Mereka percaya bahwa bila kegiatan ini tidak dilakukan acara pernikahan atau hajatan yang dilakukan tidak akan berjalan dengan lancar karena yang “menunggu” mbelik marasa tidak dihargai. Mayarakat sekitar percaya itu akan mendatangkan Bala untuk acara maupun pengantin yang untuk kehidupan mereka selanjutnya.

C. Mitos bangunan rumah yang bangunan atapnya menyerupai kursi.
Rumah adalah tempat akhir tercurahkannya semua kegiatan manusia. Di rumah pula manusia menata kehidupannya, bagai mana ia akan melangkah untuk kehidupan esok hari. Walaupun manusia selalu di sibukkan dengan kegiatan dunia dan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk keluarganya sendiri, tapi manusia selalu punya waktu untuk pulang, mengunjungi rumah dan melepaskan penat .
Namun apa jadinya bila rumah yang seharusnya menjadi tempat peraduan tersebut malah membuat rencana masa depan, kehidupan pribadi manjadi kacau dan membuat hidup manusia hancur, jangankan untuk mencapai hidup kaya dan tentram, tercukupi biaya kehidupannya saja sudah sangat bersyukur.
Dikampung totogan peristiwa ini terjadi, seorang pengusaha china yang bergerak dibidang rokok mengalaminya, ketika ia belum membangun rumah tersebut, ia dengan perlahan-lahan namum pasti berhasil mencapai kekayaan, lalu sang pengusaha membangun sebuah rumah di kampung totogandengan konsep atap ( bangunan rangka genting ) mirip kursi namun terbalik.
Sebenarnya sang pengusaha itu telah dinasehati untuk merubah konstuksi atapnya namun tidak di ia kan oleh sang pengusaha, akhirnya sang pengusaha pun mengalami kebangkrutan, entah apa yang terjadi, namun lama kelamaan seakan keberutungan menjauhi pengusaha tersebut. Kerja kerasnya bertahun-tahun seakan hilang sedikit-demi sedikit, walaupun tidak jatuh miskin namun seakan-akan nasibnya jatuh-bangun, padahal untuk usaha sebesar itu barang kali sudah membuat ia hidup mewah, tapi itu tidak terjadi.
Menurut paranormal yang dahulu menasehatinya, konstrusi atap nya seperti kursi terballik dan miring, ini mengandung filosofi bahwa siapa saja yang berada di kursi ini (rumah) ketika duduk akan selalu terpeleset kebawah dan tidak akan dapat duduk dengan tenang, hidupnya akan selalu jatuh bangun seperti oaring yang mau menduduki kursi tersebut. Sebagian yang lain menafsirkan bahwa bangunan ini tidak akan berjalan seiring lingkungan, pura mangkunegaran yang tepat berada didepan rumah ini, melambangkan “kursi” kedudukan Raja yang kuat, berbanding terbalik dengan keadaan rumah yang mirip kursi terbalik dan miring ini, yang diyakini sebagai pembuat nasib buruk yang menimpa sang pengusaha.

Kesimpulan.
Kampung totogan adalah kampung yang awalnya hanya terdiri dari sebuah klan yang mendiami daerah ini, kemudian berkembang dan beranak-pinak hingga sekarang. Dan dibawah ini adalah data yang berhasil saya simpulkan dari penelusuran saya:
1. Kampung totogan adalah sebuah kampung yang terletak dengan posisi notog dari jalan samping barat pura mangkunegaran.
2. keadaan sosial masyarakat disana cukup kondisif bagi penduduk daerah sekitar.
3. cerita mitos yang terjadi di daerah setempat merupakan kejadian nyata yang di asumsikan sebagai kejadian dari dunia lain yang terjadi akibat ulah manusia yang kurang tertata.

Saran.
Dari kejadian yang melingkupi daerah totogan adalah sebuah refleksi dari kebudayaan Jawa yang selalu mengarah kepada kesederhanaan hidup dan keramah-tamahan terhadap alam sehingga diharapkan mayarakat jawa dalam menjalani kehidupan dapat selaras dan tidak membuat kerusakan dimuka bumi.

Tidak ada komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management